Tuesday, November 15, 2005

Celoteh

Teror terus menghantui kita.
Layar-layar tv disesaki dengan tangis dan duka, memaksa kita untuk turut bersimpati, mengubahnya menjadi benci, dan menyeretnya menjadi dendam.

Lautan dendam yang siap menghantam "sang teror" dan siapapun yang berada di dekatnya. Atas nama cinta dan kemanusiaan, atas nama hukum dan keadilan - Ayah dan Ibu, Anak dan Istri, Kekasih dan Sahabat dicaci-maki dan diintimidasi, dijuluki dan dijauhi, ditangkapi dan diinterogasi, DITEROR! - dicabut hak-haknya sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat, sebagai saudara se-iman, sebagai MANUSIA!

Adilkah?
Perhatikanlah bagaimana para "ulama" dan "tokoh-Islam" menyerukan untuk mendonorkan darah kita kepada para "korban" WTC, menyerukan simpati dan duka-cita, plus caci-maki dan kebencian kepada para pelaku.

Perhatikanlah! Apa yang mereka serukan untuk para korban di Palestina? Anak-anak, perempuan, dan lelaki renta yang setiap hari hidup dalam teror - dirampok, diperkosa, ditangkapi dan ditembaki!
Apa yang mereka serukan untuk para korban di Iraq, di Kosovo, di India, di Afghanistan, di berbagai penjuru dunia ini? APA???

Adilkah?
Perhatikanlah bagaimana media-media kita begitu giat dan bersemangat untuk menampilkan hampir setiap sisi korban-korban kebiadaban dan kebengisan teroris yang bisa menguras air mata kita!
Apakah mereka sempat untuk melirik begitu banyak korban PERANG ANTI-TERORISME?

Adilkah?
Apakah kita yang menitikkan airmata dan menangis tersedu-sedu, begitu peduli dan bersimpati terhadap nasib korban terorisme, mengecam, mencaci-maki, dan mengutuk para teroris, masih sempat untuk peduli dan bersimpati atas perasaan dan pengalaman emosional seorang anak kecil yang ditolak masuk oleh sebuah TK ISLAM (yang mendakwahkan bahwa pendidikan itu adalah ibadah), yang diasingkan dari teman-temannya, yang ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya, yang harus menanggung segunung caci-maki - karena ia, KEPONAKAN TERORIS, cap yang menempel di jidatnya kemanapun ia pergi.

Adilkah?
Kami tidak sedang mengatakan bahwa korban teror dan keluarganya kurang penting dibanding keluarga tersangka, tapi jika - sekali lagi JIKA! - paman anda ikut menjadi salah satu korban pemboman, maka jenazahnya akan disambut dengan isak-tangis dan ratapan, seribu - bahkan lebih - ucapan belasungkawa akan mengalir kepada anda, belas-kasih, kunjungan, dari tetangga, sanak saudara, rakyat Indonesia, negeri tetangga, Jhon Howard, George Bush, Tony Blair, bahkan Ariel Sharon-pun akan turut berbelasungkawa.

Tapi andaikan - SEANDAINYA - anda adalah tersangka pelaku, atau teman tersangka - sekali lagi T E R S A N G K A (meskipun, khusus untuk kasus terorisme, predikat "tersangka" adalah = terdakwa atau terpidana, dan asas praduga tak bersalah tak dikenal dalam kasus terorisme) - maka jangan harap reaksi serupa yang akan anda atau keluarga anda dapatkan, jangankan anda, istri atau anak anda - bahkan, anak usia lima tahun-pun, yang terkait dengan anda hanya karena ayah atau ibunya adik anda - akan ikut jadi "terdakwa & terpidana", setiap guru TK - dengan wajah manis dan jilbab panjang - akan segera mengidentifikasi keponakan anda itu sebagai agen jaringan al-qaeda wilayah Asia Tenggara, dan dengan kesadarannya atas Wawasan-Nusantara, dengan sigap akan segera menghalangi langkah si kecil untuk masuk ke kelasnya.

Adilkah?
Di mana kita - "saudara se-iman" - ketika para wanita itu ditangkapi dan ditelanjangi? Ikut merasa sakitkah kita ketika mereka dipukuli dan dinistakan? Dimana kita ketika anak-anak itu dihinakan dan dikhianati? Dimana???

Adilkah?
Para "ulama", muslim-moderat, muslim-inklusif, muslim demokrat dan kaum pluralis, dengan congkak menyatakan bahwa pemahaman ke-Islam-an para "fundamentalis" adalah pemahaman yang salah! Para "demokrat" dan "pluralis" ini menganggap bahwa merekalah pemegang tunggal kebenaran, dan tidak ada kebenaran di luar kelompok mereka! Dan dengan klaim ini mereka berani menyatakan bahwa pemahaman pihak lain adalah salah, sehingga orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka - para fundamentalis - pantas untuk dihakimi, dimusnahkan, beserta anak dan istri mereka! Ajaibnya, pandangan mereka ini di dasarkan pada fatwa George Bush dan Ariel Sharon!

Sementara Iraq dibombardir, sementara Afghanistan dihancurkan, anak-anak, orang tua, perempuan muslim tak luput dari penembakan, penculikan, penangkapan, penindasan, pelecehan, penistaan, pemerkosaan, penyiksaan, pembunuhan dan 1001 macam fitnah lainnya - setiap hari-setiap waktu, kita yang masih tersisa, diharuskan untuk menghadapi semua kezaliman itu dengan toleransi, dialog antar peradaban, dialog antar iman, dialog-dialog-dialog dan dialog, jika tidak, maka anda adalah fundamentalis, ekstrimis, militan, separatis, eksklusif, tekstualis, konservatif, anti demokrasi - teroris, dengan otomatis anda akan kehilangan hak-hak anda sebagai manusia, anda akan diburu dan dimusnahkan, termasuk setiap orang yang ada di dekat anda - anak dan istri anda.

Adilkah?
Dari tahun ke tahun, dari rezim ke rezim, dari Sabang sampai Merauke, dari zaman kolonial sampai masa "kemerdekaan" (baca: neo-kolonialisme), "saudara-saudara" kita terus-menerus menjadi korban fitnah dan kedhaliman. Atas nama stabilitas sosial, atas nama kesatuan dan persatuan bangsa, atas nama toleransi antar umat beragama, atas nama penegakkan hukum, atas nama prosedur, atas nama-nama, maka korban-korban ini luput begitu saja dari pandangan sejarah dan kesadaran "saudara-saudaranya", atau berubah statusnya dari korban menjadi tersangka, oknum, objek salah-tangkap, "saksi", atau, cukup menentramkan hati kita untuk tidak ambil peduli, ketika mengetahui bahwa mereka adalah saudara tersangka, sejawat terdakwa, istri terpidana, anak teroris, orang lain, tidak dikenal, ekstrimis, fundamentalis, separatis, dan, tangis di tengah khusyuk do'a kita-pun ikut membawa hanyut beban tanggungjawab kita, putus sudah persaudaraan, lepaas…

Adilkah?
Tidak! atas nama kemanusiaan, tak terhitung TIDAK yang harus dikatakan!!!
Maafkan kami saudaraku, maafkan kami para pengecut yang tanpa malu masih mengaku se-iman denganmu.

Hati kami telah lama membatu - terlalu keras untuk ikut merasakan sakitmu, Tangan kami terlalu kecil untuk berbuat sesuatu. Yang ingin kami sampaikan hanyalah - "Sebagai mukmin kami masih saudaramu, sebagai saudaramu kami hadir…"

"Hanya kepada Allah kami berserah diri, dan hanya kepada-Nya kami memohon ampunan dan perlindungan", amin.

No comments: