Tuesday, December 13, 2005

Fikrah

KERAGAMAN dan PERBEDAAN
Kelemahan, ataukah Kekuatan?
Oleh: Satriaman
Sejak lama keragaman dan perbedaan telah menjadi wajah dari sejarah dan peradaban Islam, persaingan dan konflik juga seringkali ikut mewarnai perjalanan panjang kaum muslim hingga saat ini.
Perbedaan di kalangan kaum muslim sesungguhnya adalah rahmat, tapi persoalannya akan menjadi lain ketika perbedaan tersebut telah ditunggangi oleh sikap ashobiyah/chauvinisme serta saling klaim kebenaran dan saling menyalahkan. Sikap-sikap ekstrim, fanatisme dan fundamentalisme inilah yang menjadikan ummat Islam saat ini terpolarisasi dan terkotak-kotak dalam identitas-identitas kelompok, ormas, parpol, negara-bangsa, ideologi, faham, madzhab ataupun aliran.
Sikap fanatis dan fundamentalis seringkali dituduhkan kepada kelompok-kelompok Islam saja, padahal sesungguhnya ekstrimitas semacam ini juga menjadi fenomena yang melekat pada “agama” dan ideologi lainnya seperti liberalisme, komunisme, fasisme, nasionalime, dsb. Maka, dengan demikian, ekstrimitas merupakan fenomena yang “wajar” dalam suatu kelompok.
“Wajar”, mungkin ya, tapi tidak berarti “benar”. Apa yang terjadi pada ummat Islam adalah, seringkali ikatan/identitas “sampingan” mengalahkan ikatan persaudaraan Islam itu sendiri, inilah yang juga menjadi penyebab kekalahan dan keterbelakangan ummat Islam saat ini.
Secara statistik, penganut Islam di Indonesia merupakan mayoritas. Keadaan ini seharusnya dapat menjadi kekuatan besar untuk bisa melepaskan diri dari keterbelakangan yang selama ini melingkupi kita, tetapi kenyataannya sampai saat ini Indonesia masih belum bisa bangkit dari keterpurukan baik secara ekonomi, politik maupun budaya yang terus membebani rakyat negeri ini. Energi yang begitu besar akhirnya terbuang hanya untuk saling "memperebutkan kebenaran" dan saling menyalahkan diantara kelompok-kelompok ummat, situasi yang justeru semakin melanggengkan ketidak-adilan di negeri ini.
Kesadaran akan heterogenitas dan pluralitas masyarakat Islam merupakan awal untuk bersikap lebih terbuka akan perbedaan pemahaman, keyakinan dan pengamalan ke-Islam-an masing-masing pihak.
Setiap upaya untuk "menyeragamkan" hanya akan berujung pada kesia-siaan. Oleh karena itu, sudah saatnya kita mulai lebih mengedepankan toleransi dan keterbukaan dalam menghadapi keragaman dan perbedaan, serta membuka ruang-ruang dialog di antara berbagai unsur ummat Islam – mengolah keragaman corak dan warna ummat yang plural ini menjadi sebuah mosaik yang cantik.
Sinergi antar berbagai kelompok dalam ummat Islam tersebut dapat melahirkan solidaritas Islam yang kuat – menjadi salah satu perwujudan dari Islam sebagai rahmatan lil'alamin.
waLlahu a'lam.

2 comments:

Anonymous said...

Setuju banget. Ummat Islam (seharusnya dicontohkan oleh para ulama nya) akan baik sekali kalau mau mempopulerkan kebiasaan berdialog dua arah, untuk tujuan self-critic masing2pihak. Ulamanya sudah siap belum?

Cakra said...

Alhamdulillah, sudah banyak forum dan media dialog baik diantara para ulama, antara ulama dg ummat secara umum, maupun diantara ummat Islam secara keseluruhan.

Memang diperlukan itikad dan kerja keras semua pihak agar lebih banyak lagi dialog dan kerjasama yg dibangun.