Tuesday, December 13, 2005

Fikrah

Kebebasan dan Penguatan Masyarakat Madani
Satu langkah menuju demokrasi
Oleh: Haris

Kemiskinan dan keterbelakangan masih menjadi masalah utama masyarakat kita, terutama dengan maraknya praktek korupsi pada lembaga-lembaga kenegaraan kita. Berbagai kebijakan telah diambil oleh pemerintah untuk menanggulangi persoalan ini, tetapi sampai saat ini kita juga belum bisa merasakan efektivitas dari kebijakan-kebijakan tersebut. Padahal banyak pihak di kalangan ummat Islam yang berharap bahwa dengan keterlibatan 'partai-partai Islam' dalam lembaga-lembaga kenegaraan akan membawa pengaruh positif pada praktek-praktek kenegaraan, utamanya dalam upaya mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat kita – khususnya ummat Islam sebagai bagian mayoritas di negeri ini.
Efektivitas sebuah sistem memang tidak hanya bisa bersandar pada keimanan para penyelenggaranya secara personal, meskipun tentunya, sebaik apapun suatu sistem tidak akan efektif tanpa kecakapan dan integritas para pelaksana sistem tersebut, katakanlah keimanan para pelaksana sistem yang melahirkan rasa tanggung jawab untuk melaksanakan amanat yang dipikul mereka sebaik mungkin, baik pada publik yang telah mempercayakan amanat tersebut pada mereka, pada tuhan yang mereka percayai senantiasa mengawasi dan akan memintai pertanggungjawaban mereka tanpa luput dari hal sekecil apapun, atau mungkin pada ideologi, keyakinan, dan cita-cita yang mereka imani.
Hanya saja integritas semacam ini telah menjadi (masih) merupakan “barang langka” di tengah masyarakat kapitalis yang bersendikan individualisme-liberalisme-pragmatisme- dan utilitarianisme, sebagaimana masyarakat kita.
Di tengah tatanan masyarakat semacam ini, masyarakat itu sendirilah yang harus mampu mengendalikan para penyelenggara pemerintahan ataupun pengusaha agar tidak menyelewengkan amanat yang telah dipercayakan kepada mereka. Diperlukan sebuah sistem kenegaraan dan kemasyarakatan yang memberikan peluang sebesar-besarnya bagi partisipasi seluruh rakyat dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan-kebijakan negara, sebuah sistem yang mendorong terbangunnya kekuatan rakyat, baik melalui organisasi kemasyarakatan, organisasi sekerja (profesional), dan bentuk-bentuk organisasi sosial atau organisasi kepentingan lainnya, mungkin inilah tatanan masyarakat yang biasa disebut dengan civil society (masyarakat sipil/madani).
Konsep civil society itu sendiri berangkat dari pandangan akan adanya dua tatanan yang eksis dalam suatu negara atau masyarakat, yakni, civil society – yaitu masyarakat umum yang berada dalam suatu negara, dan political society – atau masyarakat politik, yaitu negara itu sendiri (baik lembaga/aparat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif). Jika eksistensi negara kuat, maka eksistensi masyarakat lemah, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, untuk memajukan kesejahteraan masyarakat – baik secara ekonomi, sosial, politik, maupun budaya (material dan spiritual), selain dengan menggiatkan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, hal yang tidak kalah penting adalah langkah-langkah strategis untuk mengurangi kontrol negara atas masyarakat – sebagai bagian dari upaya untuk mendorong kembali peranan aktif seluruh individu anggota masyarakat dalam hubungan-hubungan sosial, ekonomi, politik dan budaya mereka. Di sisi lain, hal ini juga akan mendorong negara kembali pada fitrahnya semula sebagai abdi masyarakat.
Terlebih, kita juga melihat bahwa negara mungkin tidak sama-sekali terlepas dari kepentingan-kepentingan – selain kepentingan-kepentingan pribadi para aparatur negara itu sendiri, dibaliknya kita dapat menyaksikan kepentingan kelompok-kelompok dominan (para pemilik modal dan negara-negara kuat) yang termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan dan keamanan negara. Dengan demikian, negara tidak lagi menjadi abdi masyarakat, bahkan sebaliknya, negara seringkali pada posisi yang 'berhadapan' dengan masyarakat.
Demokrasi, kemanusiaan, dan keadilan tidak mungkin tegak dengan rezim yang totalitarian. Dominasi dan hegemoni yang berlebihan dari negara atas aspek-aspek kehidupan masyarakat – dari mulai kontrol atas informasi, pemahaman serta praktek keagamaan, pendidikan, dan berbagai aspek lainnya – hanya akan mematikan potensi yang ada pada masyarakat untuk memajukan kehidupan mereka.
Demokrasi juga tidak mungkin tegak dengan indoktrinasi. Demokrasi hanya mungkin lahir dari masyarakat yang bebas dan terbuka, yang kuat dan mandiri.
Sistem semacam ini tentunya hanya sebuah sistem yang berada di tataran gagasan dan jauh dari kenyataan yang ada saat ini, untuk bisa membangun sebuah tatanan masyarakat semacam ini dibutuhkan kehendak dan peran aktif seluruh masyarakat, atau paling tidak kelompok-kelompok yang berkepentingan atas perbaikan kondisi hidup bersama.
Wallahu a'lam.

No comments: