Saturday, May 19, 2007

Pesan Untuk Javid

Tidak ada gunanya menyusun kata demi kata, karena yang terjadi di kedalaman lubuk hati berada di luar jangkauan bahasa. Meski telah kusingkap ratusan hal yang halus dan pelik, ketika suatu pikiran yang belum kutuliskan datang kepadaku, ia jadi lebih samar manakala kucoba guna mengungkapkannya. Huruf dan kata lebih bagai tabir yang menutupinya daripada menjelaskannya. Tangkap hakikatnya dalam pandanganku, atau dalam munajatku di kebeningan subuh.

Ibumu telah memeberimu pelajaran pertama; bagai kuncup bunga, kamu mekar oleh kelembutan angin sepoinya. Dari ibumu kau peroleh warna dan wewangian, wahai permata hati kami! Nilai dirimu datang darinya, bibirnya, hai anakku, yang mengajarimu “la ilaha illallah”. Sekarang kuajarkan engkau hasrat buat menyaksiikan, untuk terbakar oleh kalimat suci tadi! Jika kau sebut kalimah itu, ucapkan dengan seluruh jiwamu, hingga dari tubuhmu keluar wewangian jiwa. Semangat kalimah suci inilah penyebab matahari dan rembulan beredar, gairah yang sama telah kusaksikan, baik pada gunung-gunung maupun pada cabang-cabang rumput.

Kedua kalimat ini bukan kata-kata bisa, tapi pedang yang tak kenal iba. Hidup dengan dijiwai olehnya, artinya memegang kedaulatan dunia. “La ilaha illallah” itu pukulan pamungkas. Beriman, dan di depan orang lain menggunnakan zonnar; beriman dan sekaligus menipu; memperlihatkan diri tidak terikat oleh suatu apapun dan pada saat yang sama menunjukan kemunafikan. Semua berarti menjual agama dengan harga amat rendah! Bagai membakar barang-barang usang dalam rumah beserta rumahnya, sekaligus!

Dalam shalat orang seperti ini, kalimat suci itu sekaligus ada dan tidak ada. Dalam do’anya terkadang dan sekaligus tidak ada cinta. Puasa dan shalat orang ini sedikitpun tidak bercahaya. Dalam alamnya, jelas tidak ada tajalli Ilahi. Siapapun juga yang mencari Allah hanya ketika menghadapi maut saja, pasti sudah terikat erat kepada benda dan takut sekali menghadapi mati. Mabuk gairah menyala dan kegembiraan lenyap dari dirinya. Agamanya hanya berada di dalam kitab, dirinya sendiri dalam pusara! Ia berbincang-bincang dengan zaman modern, lalu dipahaminya ajaran-ajaran agama dari dua orang yang mengaku nabi: yang satu datang dari Iran, lainnya orang India. Yang pertama tidak kenal ziarah haji, yang kedua asing akan jihad. Sejak jihad dan ziarah ke tanah suci tidak lagi dianggap fardhu, sirnalah jiwa dari tubuh amalan puasa dan shalat, diri tidak pernah serasi dan masyarakat tidak punya disiplin, hati mereka hampa akan nyala Quran. Perbaikan apa yang diharapkan dari orang semacam itu?

Wahai Khaidir! Kaum Muslimin lalai akan Diri, ulurkan tanganmu, karena air yang menggenangi mereka sudah melampaui kepala! Sujud orang yang menggetarkan bumi mampu membelokkan perjalanan rembulan dan matahari menurut kehendaknya. Batu karangpun akan sirna bagai asap, jika ia tahu makna sujud ini. Tetapi kini, Kaum Muslimin hanya kenal kebinekaan, tidak ada yang lain pada dirinya selain kelemahan orang tua renta.

Siapa yang masih menyadari keagungan tasbih yanng diucapkan waktu sujud: “Tuhanku Yang Maha Tinggi”? Kesemuanya ini, adakah ia berasal dari kesalahan kita ataukah kelemahan ucapan tasbih tadi? Tiap orang berjalan cepat di jalur mereka masing-masing. Hanya tunggangan kita saja yang tanpa tali kendali dan berjalan melantur tanpa arah. Memiliki Qur’an dan tidak punya semangat sedikitpun untuk mencari. O, alangkah anehnya!

Jika Rabbi telah mengaruniaimu pandangan, perhatikan waktu yang mengalir datang: akal yang berani tanpa perhitungan, hati tanpa semangat, mata tanpa malu dan tenggelam dalam tipuan mimpi, ilmu dan seni, agama dan politik, kecerdasan dan kepekaaan, semua berputar di sekitar benda. Asia, wilayah tanah kelahiran sang surya, terpaku pandangannya ke negeri asing dan lupa akan dirinya. Miskin hatinya dari berbagi ilham baru, apa-apa yang diciptakannya tidak beharga seremeh-nasipun! Di kuil tua ini, hari-hari berhenti dan membeku, tiada semangat buat maju. Inilah mangsa para mullah dan binatang buruan raja, menjangan dari dunia pengheningan-ciptannya lemah dan pincang. Akal, agama, ilmu dan kehormatan saling berhubungan hanya untuk melayani para tuan Eropa.

Kuserang alam pikiran mereka, kurobek tabir penutup rahasia mereka, di dadaku ini, hatiku penuh dengan gairah guna mengubah alam mereka. Kukatakan dua ucapan sesuai dengan zamanku. Ke dalam dua piala kutuangkan dua samudera: kedua kata itu yakni dialektika dan kritik, dengan keduanya ini kucoba menjerat akal dan hati manusia. Kata yang satu, makna terdalamnya telah dicapai oleh Eropa, yang lain adalah getaran ekstasi yang dilantunkan oleh dawai kecapi. Yang satu berasal dari pikir, yang lain dari dzikir.

Maka, sepatutnya engkau warisi pikir dan dzikir ini. Aku air sungai kecil di pegunungan yang bersumber dari dua laut, perpisahanku sekaligus perpisahan dan pertemuan. Karena ciri zamanku sudah berubah, ilhamku mengubah temanya pula. Telah kering bibir para pemuda karena dahaga, namun piala mereka masih hampa. Wajah mereka tanpa kepastian dan tanpa harapan. Mata mereka tidak menampak apapun jua dalam dunia ini. Mereka orang-orang papa yang mengingkari diri mereka sendiri dan mempercayai orang lain. Sang arsitek rumah berhala mencetak piala kuil dari debu mereka!

Pendidikan tidak lagi mengenal tujuannya. Karena pupusnya kegairahan, terengutlah jiwa dari keindahan alam, tiada bunga bermekaran di rantingnya. Lihat, para arsitek tidak tahu lagi yang harus dikerjakannya, kerjanya haya menyusun batu–batu untuk menyeberangi selokan, anak-anak telah dididik jadi itik! Bila ilmu tidak kehangatan pada hidup, maka hati tidak akan menemukan kegembiraan dalam ilham yang dibawa ilmu. Ilmu itu keterangan dan uraian tentang tahap-tahap ruhani yang kau alami, ia tidak lain ulasan dari isyarat-isyaratmu! Mestinya kau bakar dirimu dalam api pengalaman, agar terpisah emasmu dari loyang. Untuk ilmu Ilahi, awalnya ialah mengalami sendiri, dan berakhir dengan berada, tapi akhir ini tidak terkandung dalam daya pikiran.

Jauh lebih beharga pelajaran yang kau peroleh dari pengalaman daripada yang diajarkan ratusan buku karya para ahli. Oleh anggur pengalaman ini, tiap orang akan mabuk menurut takaran yang sesuai bagi dirinya. Oleh tiupan sepoi angin pagi hari, lampu padam, tetapi angin ini pun pengisi piala bunga tulip. Makan, tidur dan bicara seperlunya saja. Bergeraklah di sekeliling dirimu bagai jarum pedoman berputar pada sumbunya. Orang yang tidak percaya kepada Tuhan adalah kafir di mata para mullah, namun orang yang tidak menegaskan dirinya, bagiku lebih kafir lagi. Yang pertama dengan ceroboh menafikan wujud, yang ke-dua ceroboh juga, pendek pikiran dan dzalim.

Jujur selalu dalam semua tindakanmu, bebaskan dirimu dari rasa takut akan para raja dan adikara. Sekali-kali jangan kau tampik keadilan, baik waktu marah maupun kegembiraan. Bersikaplah pertengahan, tidak peduli kau kaya atau miskin. Ajaran agama sangat halus dan pelik, jangan kau paksakan dirimu secara semena-mena untuk menafsirkannya. Jangan kau cari obor selain di dalam kalbumu sendiri. Penunjang jiwa adalah pikir dan dzikir. Penyokong tubuh adalah kehormatan semasa mudamu. Di dunia ini, kekuatan hanya diperoleh dengan keteguhan jiwa dan raga. Tujuan dari perjalanan ialah keikmatan merenung.

Bila pandangan tetap terpaku ke sarang, jangan terbang. Adalah demi kesempurnaanya sendiri rembulan beredar: berhenti dalam renungan amat terlarang bagi manusia. Hidup ini adalah kesenangan terbang tinggi, sarang tidak dapat menampung naluri terdalam ini. burung gagak dan burung nasar beroleh makanan dari debu kuburan. Sedangkan burung elang hanya mau rezeki yang ditangkapnya di langit tinggi. Rahasia agama ialah yang haq dan menjaga diri dari hidangan terlarang. Baik kesendirian maupun kebersamaan, adalah perenungan akan keindahan Ilahi. Di jalan agama, engkau harus keras bagai intan. Ikatan hatimu hanyalah kepada allah, dan hiduplah tanpa menanya dan tanpa mepersoalkan yang sia-sia.

Dengar salah satu dari rahasia-rahasia agama; ’kan kuceritakan kepadamu kisah Muzaffar.

Keikhlasan hatinya tidak tertandingi, dia seorang raja, tetapi martabatnya bagai Bayazid. Ia punya seekor kuda yang sangat disayangi bagi anaknya sendiri. Kuda berwarna kuning jahe, seekor kuda Arab asli, setia tanpa cacat. Bagi orang mukmin, tentu kau tahu, apa yang lebih disukainya daripada Quran, pedang dan kuda! Apalagi yang mesti kusebut tentang keunggulan kuda baginda ini? dengan tubuh kekar, ia terbang bagai angin bertiup di atas permukaan air. Saat pertempuran, ia lebih cepat daripada kilatan mata. Ia meyerbu bagai badai menerpa gunung dan karang, lompatannya jauh tidak terkira. Derap kakinya memecah batu.

Suatu hari, binatang perkasa itu sakit. Tabib baru berhasil menyembuhkannya setelah mengobatinya dengan anggur. Namun, sejak saat itu, baginda yang amat saleh ini tidak ingin lagi menungganginya. Logika kesalehan tidak dapat ditangkap oleh akal pikiran insan. Mudah-mudahan Tuhan selalu meneguhkan hatimu! Ingat selalu penyerahan mutlak seorang muslim!

Keseluruhan dari agama, ialah hasrat membara untuk mencari, tujuan akhirnya, cinta. Sedangkan awalnya, ahlak mulia. Kehormatan dari sang mawar, yakni warna dan harumnya. Orang-orang yang tak berahlak tidaklah terhormat, bagai mawar tanpa warna dan wangi. Bila kulihat remaja tanpa sopan santun, suram rasanya hari yang kualami, dadaku bagai menyesak oleh kekesalan dan kemarahan. Terbayang olehku betapa indahnya zaman Muhammad. Aku sesali zamanku dan ingin aku menyelinap ke masa lalu.

Pengawal seorang wanita adalah suaminya. Pengawal seorang laki-laki menghindari dari sahabat-sahabat palsu. Bercarut-carut adalah dosa. Kafir dan mukmin, keduanya sama makhluk ciptaan Tuhan. Kemanusian berpokok kepada menghormati manusia, hormati martabatnya. Kesetiaan kepada sesama manusia membuat engkau jadi manusia, maka tempuhlah jalan persaudaraan. Sang pencari Tuhan akan mendapat petunjuk Tuhan dalam memperoleh jalan. Ia akan menjadi teman hangat penuh pengertian bagi manusia, mukmin ataupun kafir.

Lapangkan hatimu menghadapi kekafiran. Jika hati licin dari hati yang lainnya, alamat akan binasa. Meski hati terkungkung oleh dimensi alami, seluruh ufuk terjauh adalah ufuk sang hati itu sendiri. Bahkan meski kau seorang penguasa, jangan kau tampik sikap zuhud. Nyalanya mungkin jadi lebih lembut dalam dirimu, anggur tua ini sudah ada sejak zaman nenek moyangmu. Cari di dunia ini apa-apa yang dirindukan kalbu, dan hanya kepada Tuhanlah kita memohon rezeki dan bukan kepada sultan. Alangkah banyaknya orang takut Tuhan dan berpandangan jauh, jadi buta oleh harta yang melimpah! Harta tumpah ruah telah mencerabut kehangatan kalbu, dibawanya kemakmuran, tetapi juga dahaga bagi hati! Telah banyak aku berjalan di dunia ini, namun jarang kulihat air mata si kaya. Ah, ingin aku memberikan hidupku kepada mereka yang hidup bersahaja bagai derwis. Celaka mereka yang hidup tanpa mengenal Tuhan. Jangan cari kepada kaum muslimin perasaan keruhanian ini, hasrat menyala dari zaman silam ini. Jangan cari lagi keyakinan ini, warna dan harum ini, dahaga dan gairah ini! Kini, para cendikia tidak merasa perlu lagi akan ilmu yang berasal dari Quran, sedangkan para sufi bagai serigala buas layaknya. Meskipun Khanaqa masih menggemakan dzikir dan doa, di mana lagi ada seseorang yang mulia, yang pialanya penuh anggur hikmah? Kaum muslimin menjiplak Eropa mencari dahaga Kautsar dalam fatamorgana. Mereka jahil akan rahasia iman, hati mereka dipenuhi benci dan dendam. Kebijakan telah jadi kata tanpa makna bagi mereka, tidak kutemui lagi kecuali pada sekelompok kecil yang hidup dengan jujur dan ikhlas.

Pelajari, bagaimana membedakan orang ikhlas dalam beragama dari kaum yang penuh benci. Jadi sahabat sejati dan tetaplah jadi orang terpecaya. Burung nasar mempunyai adat kebiasaannya sendiri, seni terbang sang elang sangat asing baginya! Hamba Allah turun dari langit bagai kilat, pepohonan yang disambarnya adalah berbagai kota dan padang terbuka di Timur dan Barat. Kita masih saja tenggelam dan meraba-raba dalam kegelapan pencipta sedangkan ia bekerja sama dengan al-Khaliq. Dialah Musa, Isa, Ibrahim, Muhammad, dialah Kitab dan Jibril. Dialah matahari dari alam semesta kaum yang ikhlas. Mula-mula, kau terbakar dengan apinya, lalu diajarinya kau rahasia kekuasaan. Apinya membuat kita jadi manusia dengan jiwa jernih, jika tidak, kita hanya sketsa yang nyaris terpupus dari penciptaan.

Aku kuatir akan zaman yang menyaksikan kelahiranmu ini, karena ia tenggelam dalam benda dan hampir-hampir tidak tahu apa-apa tentang ruh. Seperti halnya jasad yang tidak bernilai tanpa ruh, hamba Allah yang tersembunyi dari padanya. Pencarian dan penyelidikan tidak berhasil menemukannya, meski ia berjumpa bersitatap muka dengannya. Jangan kau padamkan hasrat untuk mencari dan menyelidiki, walaupun ratusan kesukaran akan kau jumpai dalam hidupmu. Jika tidak berjumpa olehmu sahabat penunjuk yang arif dan bijaksana, ambil dariku apa-apa yang kuterima dari ayahku dan moyangku. Pilihlah tuan syaikhku, Rumi, sebagai kawan seperjalanan, agar Tuhan mengaruniamu hasrat menyala, karena Rumi tahu bagaimana membedakan kulit dari isi. Kakinya melangkah yang teguh dan pasti dalam jalan menuju Kawan. Telah banyak keterangan diberikan tentang dirinya, tetapi tidak seorangpun memahaminya. Hakikat, sebenarnya bagai kijang, luput dari perangkap kita.

Manusia belajar menari dengan tubuh mereka, sambil mengulang ucapan-ucapan sang Maulana, tetapi matanya tidak terbuka dengan tarian ruh! Tarian tubuh hanya menerbangkan debu, tarian ruh membuat langit porak-poranda; Ilmu dan hikmah berasal dari tarian ruh, demikian pula bumi dan langit. Ia juga menyebabkan tiap diri lumpuh terpana bagai Musa, berkat ia pula umat menjadi pewaris kerajaan. Pelajari gerak tarian ruh, ini perlu, dan musnahkan segala sesuatu yang bukan Tuhan. Selama hati masih terbakar oleh kekuasaan akan benda kerutinan dunia, ruh tidak pernah mampu menari, hai anakku!

Kegelisahan adalah penyebab kemurungan dan kelemahan iman, hai anak muda, “kegelisahan adalah separuh dari ketuaan!” Dan tahukah engkau bahwa “tamak adalah kemiskinan yang aktual” aku tunduk pada orang yang bisa menguasai diri sendiri. Wahai kau penyejuk jiwaku yang resah, jika kau ikut serta dalam tarian ruhani, akan kukatakan padamu rahasia agama yang dibawa nabi Muhammad; dan akan kudoakan kau selalu ke hadirat Allah hingga akhir hayatku.


-˜ Mohammad Iqbal -


Dikutip dari Javid Namah: Kitab Keabadian, oleh: Mohammad Iqbal, alih bahasa: Mohamad Sadikin. – Cet.1. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987.

No comments: