Wednesday, February 22, 2006

Fikrah

Serba Sedikit Menuju Ontologi Manusia Dalam Perspektif Islam

Bismillahirrahmanirrahim. Wa maa khalaqtul-jinna wal-insa illa li ya'buduun – "Dan tidaklah Aku (Allah - Khaliq) menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menghamba (kepada-Ku/Allah)". Ayat tadi menyatakan bahwa manusia ada sebagai hamba Allah, untuk mengabdi kepada-Nya. Dalam ayat lain dikisahkan dialog antara Allah dengan para malaikat sebelum Nabi Adam – manusia pertama – diciptakan, Innii jaa'ilun fil-ardhi khalifatan – "Sesungguhnya Aku hendak menurunkan khalifah (wakil) di bumi".
Dari dua kutipan ayat tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan, bahwa secara ontologis hakikat manusia adalah, pertama, hamba Allah, dan ke-dua, khalifatuLlah – wakil Allah.
Dua ayat tersebut di atas saja mungkin tidak cukup untuk kita jadikan dalil berkenaan ontology manusia dalam perspektif Islam. Namun demikian paling tidak dapat menjadi semacam pengantar menuju pemahaman yang lebih komprehensif mengenai ontology manusia dalam perspektif Islam.
Ontology eksistensi manusia sebagai hamba inilah yang mungkin dapat lebih menjelaskan kecenderungan ketergantungan manusia terhadap sesuatu untuk menentramkan ketakutan ataupun memenuhi keinginannya, baik dengan membuat sesembahan atau berhala dari kayu ataupun batu berupa patung-patung, menciptakan mitos-mitos, ataupun dengan merekayasa penjelasan-penjelasan yang dianggap relatif lebih 'maju' seperti filsafat, ideology, dan juga sains – dari sejak zaman purba hingga masa kini, bahkan, pada banyak kasus ketergantungan manusia disandarkan pada candu dan obat-obatan terlarang.
Status manusia sebagai hamba dan khalifah Allah membawa konsekuensi tersendiri dalam peri-kehidupan manusia. Sebagai hamba Allah manusia dituntut untuk selalu taat dan patuh terhadap seluruh perintah dan larangan-Nya, dan sebagai khalifatuLlah manusia diwajibkan untuk selalu mengikuti petunjuk dan pedoman-Nya dalam melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi.
Dengan demikian, keberadaan manusia di bumi bukan hanya diakibatkan faktor "ketidak-sengajaan" dan tanpa maksud atau tujuan apapun. Keberlangsungan hidup manusia selama jutaan tahun juga tidak hanya disebabkan instink bertahan-hidupnya (survival instinct) saja. Dalam hal ini para ulama membagi kategori kehidupan yang dijalani manusia ke dalam tiga kategori.
Pertama adalah hidup hissy, manusia yang menjalani kehidupan hissy disebut hidup karena ia tidak mati saja – hidup hanya secara biologis saja, dan hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan biologisnya saja – tanpa maksud, tujuan, atau makna hidup apapun, kecuali untuk bertahan hidup. Seorang ulama menyebut kehidupan manusia semacam ini bisa diukur sepanjang ususnya saja – "dari pangkal sampai ujungnya". Kehidupan manusia semacam ini bisa disebut hidup hanya karena ia secara biologis memiliki kriteria untuk dimasukkan ke dalam kelompok makhluk hidup, karena sifatnya berlainan dengan benda mati.
Dalam pandangan E.F. Schumacer, manusia semacam ini baru masuk ke dalam tingkat ke-2 dalam tingkatan eksistensi, yakni tingkat tumbuh-tumbuhan, satu tingkat di atas bebatuan dan benda mati lainnya. Meskipun tergolong makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan bahkan tidak memiliki kesadaran (consciousness) akan dirinya sendiri – apalagi yang di luar dirinya. Satu tingkat di atas tumbuhan adalah eksistensi hewan. Berbeda dengan tumbuhan, hewan sudah mulai conscious (sadar – tidak tidur/mati, tumbuh-berkembang, memiliki kebutuhan biologis, dsb.). Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hewan juga tidak hanya bersifat pasif, hewan bersifat pro-aktif, tetapi aktivitas hidupnya ini hanya digerakkan oleh instink-survival atau instink-instink hewani lainnya – hanya sepanjang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja.
Manusia dari golongan ini menjalani hidupnya hanya untuk tetap hidup saja – lain tidak. Ia lahir untuk makan, makan untuk belajar, belajar untuk mencari pekerjaan, bekerja untuk makan, dan begitu seterusnya – tanpa arti dan tanpa tujuan, dan keberlangsungan hidupnya pun hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka, dan karena didorong oleh instink bertahan hidupnya saja, secara sepintas, kehidupan mereka sama dengan jenis-jenis hewan lainnya. Dalam filsafat modern pandangan hidup hissy diwakili oleh pragmatisme dan hedonisme yang merupakan sebagian dari pilar-pilar liberalisme-kapitalisme, dan materialisme yang menjadi fondasi sosialisme-komunisme.
Kategori yang ke-dua ialah hidup ma'nawi. Manusia yang menjalani hidup ma'nawi mulai memberikan makna akan hidupnya. Mereka mulai sadar bahwa ada makna lain dari kehidupan yang ia jalani selain untuk mempertahankan hidup, akan tetapi memenuhi kebutuhan biologis masih merupakan motif yang dominan dalam memaknai kehidupannya tersebut, dan makna-makna yang ia berikan untuk kehidupannya itu juga masih belum bisa dilepaskan dari motif-motif material, pragmatis dan hedonis.
Manusia dari kategori ini juga mungkin sudah mempraktekkan agama dalam kehidupan mereka, akan tetapi agama ini juga dipraktekkan selama ia masih sejalan dan tidak bertentangan dengan kepentingan kehidupan duniawi mereka (baik itu kepentingan individual, keluarga, nasional, internasional ataupun kemanusiaan/humanisme secara umum). Misalnya saja, ia shalat karena secara saintifik shalat terbukti memiliki efek positif bagi kesehatan (fisik ataupun psikis), atau ia sekolah, karena selain mencari ilmu itu perintah agama, dengan sekolah ia dapat memperoleh ijazah yang dengannya ia dapat bekerja – dan tentu saja, makan. Padahal tanpa embel-embel ibadah sekalipun ia akan tetap berolah raga, sekolah dan bekerja, karena hal-hal tersebut memang merupakan kebutuhan biologisnya – kebutuhannya sebagai basyar.
Hanya saja, jika agama ini sudah mulai dipandang mengganggu kepentingan hidupnya, ia akan mulai ragu dengan agamanya, atau agama inipun akan ia tinggalkan, atau, ia akan mencari penafsiran yang cocok dengan kepentingannya.
Terakhir, hidup ma'any. Manusia yang menjalani hidup ma'any adalah mereka yang sudah memiliki self-awareness yang tinggi. Mereka adalah manusia yang sudah benar-benar memahami hakekat eksistensi mereka sebagai manusia di bumi, mengenali siapa dirinya yang sesungguhnya, kenapa ia ada, untuk apa ia ada, dan bagaimana ia harus mengada, yaitu sebagai hamba dan khalifah Allah – manusia yang sesungguhnya, material dan spiritual – insan kamil. Dengan demikian segala daya upaya mereka diarahkan untuk mengabdi kepada Sang Khaliq, untuk mematuhi segala perintah-Nya, dan menjalani hidup sesuai petunjuk dan pedoman-Nya. Mereka hidup, mereka makan dan minum, beristirahat dan bekerja, akan tetapi semua aktivitas hidup itu diarahkan seluruhnya untuk beribadah dan sebagai bagian dari pengabdian mereka kepada Sang Khaliq – sejalan dengan ontology eksistensi mereka sebagai manusia, sebagai hamba dan khalifah Allah.
Untuk mencapai eksistensi kemanusiaan tahap ini tentu saja tidak akan mudah, kecuali dengan kasih-sayang Allah semata-mata, dan semoga kita semua berkesempatan untuk menjadi "manusia", amin.
WaLlahu a'lam bisshawab.

Celoteh

Celoteh 1
Dalam sebuah jamuan makan malam yang digelar di Gedung Putih, George W. Bush yang sudah terlalu banyak minum anggur bercerita bahwa ia akan menjadikan Amerika sebagai negara yang paling menghargai HAM. Ia juga tidak akan membiarkan berkembangnya rasisme, dan akan menindak tegas negara manapun yang melanggar HAM.
Gate, seorang senator yang ikut hadir dalam perjamuan itu, berbisik pada senator lain yang duduk di sebelahnya. ‘Fred, menurutmu, apakah si Bush sudah mulai mabuk atau belum?’
‘Memangnya kenapa?’
‘Banyak yang bilang, kita bisa melihat karakter asli seseorang kalau ia sedang mabuk. Orang mabuk seringkali berkata jujur tentang dirinya.’
‘Maksudmu, si Bush itu benar-benar seorang pembela HAM dan tidak menyukai rasisme?’
‘Bukan begitu, Fred. Coba kau tanyai dia!’
‘Tentang apa?’
‘Terserah, apa saja.’
Fred pun mengacungkan tangan meminta perhatian Bush.
‘Anda mau bicara apa, Fred?’
‘Saya ingin tahu pendapat anda tentang lokalisasi warga Indian di negara kita. Bagaimana tindakan anda dalam hal ini?’
Bush langsung membelalakkan mata. Ia bangkit berdiri sambil menggebrak meja sehingga gelas anggur di hadapannya terguncang dan tertumpah. Ia menatap Fred sambil megnacungkan telunjuknya, ‘Fred sialan! Ini acara pesta. Ini adalah saat kita bersenang-senang. Jangan bicara soal Indian! Aku tak suka orang Indian. Mereka hanya membuat negara ini sempit! Aku benci mereka. Kau tahu, kulit mereka, juga mata dan rambut mereka, semuanya menjijikkan!’
Fred menoleh kepada Gate. Tapi sebelum Fred bicara, Gate sudah mendahuluinya. Ia berbisi, ‘well, rupanya ia sudah mabuk berat.’

Celoteh 2
Di suatu petang, tiga serdadu anggota korps gabungan yang ditugaskan di Iraq sedang duduk-duduk sambil berbicang. Masing-masing adalah tentara Inggris, Amerika, dan Australia. Mereka tampak sangat kelelahan setelah sehari sebelumnya terlibat dalam pertempuran sengit di pinggiran kota Fallujah.
Tentara Amerika, yang merasa paling gagah, berujar, ‘siang tadi aku berhasil menembak jatuh lima helikopter Iraq.’
Tentara Australia segera sadar bahwa rekan sekutunya itu mulai membangga-banggakan diri. Ia pun beranjak meninggalkan kedua rekannya dengan alasan ingin buang air besar. Tinggal tentara Inggris yang masih setia menyimak celotehan serdadu Paman Sam itu. ‘Kamu tahu, dia sebenarnya bukan mau buang air besar. Tapi dia iri karena tidak lihai berperang seperti aku. Makanya dia pergi dan tak mau mendengar ceritaku,’ kata si Amerika sambil menunjuk tentara Australia yang baru saja pergi. ‘Aku juga menembak mati sebelas tentara Iraq yang sedang berpatroli di perbatasan Fallujah. Kau tahu, di antara mereka…’
‘Cukup, cukup! Tak usah kau teruskan.’ Tentara Union Jack memotong ucapan rekannya. Rupanya ia sudah tak tahan mendengar ocehan si Amerika.
‘Kenapa? Aku belum selesai bicara. Kau kira aku bohong?’
‘Bukan begitu, kawan. Ada berita penting yang ingin kusampaikan. Dan ini lebih penting daripada ceritamu,’ sahut serdadu Inggris. Dengan sinar mata tajam, ia menatap wajah si Amerika.
‘Memangnya kau punya berita apa?’ Serdadu Amerika itu bertanya dengan mimik arogan.
Kau tahu, seusai baku-tembak dengan pasukan Iraq siang tadi, komandanku bilang bahwa kesatuan Inggris telah kehilangan lima helikopter dan sebelas prajurit!’