Tuesday, November 15, 2005

Dzar

Setelah Rasul wafat sampai menjelang wafatnya sendiri, Abu Dzar telah melakonkan peran yang tidak gampang. Menjadi oposan. Ia adalah kekuatan oposisi, meski hanya sendiri.

Dari lembah ke lembah ia berkelana. Mengingatkan para penguasa untuk hidup benar dan baik. Di negeri dengan penguasa tak adil, Abu Dzar laksana lebah ratu yang menyedot dan mendapat dukungan dari orang-orang yang kalah dan dikalahkan. Dengan pedang, juga dengan ujar, dia menjadi oposan. Mendengung-dengung, menuntut kebenaran dan keadilan ditegakkan. Di negeri-negeri adil, ia menjadi pengingat, bahwa seharusnya penguasa setelah Rasulullah jangan sekali-kali meninggalkan teladan. Dan Abu Dzar adalah kekuatan penyeimbang.

Kekuatan penyeimbang itu pula peran yang dimainkan oleh banyak ilmuwan dan intelektual. Di Barat, para ilmuwan dan intelektual kerap kali kita temui bersifat kekiri-kirian. Sedangkan di negara-negara komunis, mereka selalu nampak kekanan-kananan. Ini adalah tabiat orang-orang yang selalu gelisah jika melihat kekuasaan absolut bias saja menjadi tiran.

Oposan sejati selalu dilakukan dengan sadar. Tidak karena sakit hati, atau posisinya sebagai pecundang. Oposan sakit hati dan para pecundang hanya sebentar, mereka tak tahan lama, tak pula tahan godaan. Para oposan sejati adalah mereka yang memegang teguh akal sehat dan nurani. Bukan karena kalah atau sakit hati.

Sebab, mereka akan selalu hidup dalam kesepian. Nurani dan akal sehat saja yang membuat mereka bertahan. Sebaik apapun penguasa, selamanya tak ada jaminan untuk tidak menyimpang. Kadang dengan dalih strategi, kebenaran dan kebaikan menjadi nomor sekian. Kadang atas nama darurat, nurani dan akal sehat kerap dilipat. Oposan-oposan sejati mampu memainkan peran sebagai sparing partner bagi penguasa yang baik, dan menjadi slilit bagi penguasa zalim.

Tapi sekali lagi, menjadi oposan tidaklah gampang. Bukan saja karena godaan tahta, harta, wanita, tapi juga kesepian. Mereka yang tak sejati, tak pernah kuat dirajam sepi. Berteriak ketika orang-orang diam, selalu membutuhkan keberanian lebih. Ditinggalkan oleh orang-orang sekitar, selalu menjadi siksaan tersendiri bagi orang-orang yang beroposisi. Pun ketika banyak orang mengagumi, sesungguhnya oposan selalu sepi, meski dalam ramai.

Begitu juga Abu Dzar hingga wafatnya. Terasing di sebuah gurun, dirajam sepi, tentu saja dengan keadaan yang lebih tak pasti. Bahkan kain kafan pun ia tak punya yang cukup untuk panjang untuk menutupi tubuhnya. Tapi hanya orang-orang seperti ini yang mampu memberikan suara ketika sepi, mampu menjaga akal sehat ketika semua orang tergoda untuk gila, dan tak pernah lelah mendengarkan dan menyuarakan nurani.

Sebab itu pula, kita punya hutang yang tak pernah bisa terbayar pada Abu Dzar dan kaum oposan sejati. Bukan oposan sakit hati atau pecundang yang ingin balas dendam.

Herry Nurdi

*sumber: Sabili

Hak-hak Anda dalam KUHAP

Hak-hak Anda dalam KUHAP yang Perlu Diketahui*

1. Tidak ditangkap terkecuali atas dasar bukti permulaan yang cukup dengan disertai bukti penangkapannya dan Anda diduga keras sebagai pelaku tindak pidana yang dituduhkan.
2. Secara umum setiap penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan terhadap Anda dan barang-barang Anda harus disertai; surat perintah, untuk melakukan hal tersebut atau Perintah Hakim. Dan bila terjadi salah tangkap, salah tahan, salah geledah maupun salah sita dan apabila petugas yang melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan tidak disertai surat-surat tersebut, jangan mau mengikuti keinginan petugas untuk ditangkap ataupun ditahan. Bila anda tetap dipaksa, jangan melakukan perlawanan. Anda dapat melakukan protes secara tertulis yang ditujukan kepada atasan mereka, atau mengajukan gugatan ganti rugi dan rehabilitasi nama baik melalui cara Pra-Peradilan.
3. Bila anda ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili di muka sidang, wajib dianggap sebagai orang yang tidak bersalah (diperlakukan dengan manusiawi dan dihargai hak-haknya) sampai ada putusan Badan Peradilan yang menyatakan kesalahan anda dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (asas pra-duga tak bersalah).
4. Sejak anda mulai dalam penangkapan, penahanan, penuntutan ataupun diadili oleh Badan Peradilan, adalah hak anda untuk diberi informasi dalam bahasa yang anda mengerti, tentang :
- Peristiwa pidana yang dituduhkan atau dakwaan yang dibebankan pada anda
- Dasar hukum tuduhan atau dakwaan kepada anda
- Hak-hak hukum yang anda miliki
- Didampingi oleh pembela satu atau lebih yang anda pilih sendiri
Informasi ini apabila tidak langsung diberikan oleh petugas, maka anda harus meminta mereka agar menjelaskannya atau minta supaya dapat membaca dahulu hak-hak anda dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
5. Setiap penangkapan dan penahanan memiliki batas waktu, keterangan tempat ke mana anda akan ditahan dan ada instansi yang bertanggung jawab atas penangkapan, penahanan, serta juga bertindak sebagai penjamin keamanan dan keselamatan anda. Instansi tersebut adalah instansi yang mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan atau Penahanan. Bila ada teman atau keluarga yang ingin mengetahui keadaan anda, mereka dapat minta penjelasan pada instansi yang mengeluarkan surat perintah penangkapan atau penahanan tersebut.
6. Setelah ditangkap atau ditahan, anda berhak agar perkara atas diri anda secepatnya diperikasa oleh Kepolisian, apabila telah selesai di tingkat Kepolisian, berkas perkara anda harus segera diberikan kepada Kejaksaan, dan Kejaksaan akan mengirimkan berkas tersebut ke Pengadilan Negeri supaya diadakan sidang yang terbuka untuk umum, jujur, dan netral, kecuali perkara-perkara tertentu (delik susila) sidangnya harus tertutup untuk umum.
7. Untuk melakukan penangkapan dan penahanan petugas harus menunjukan kepada anda Surat Perintah Penangkapan atau Penahanan disertai dengan Surat Tugas, dan anda harus diijinkan untuk membaca dan memahami surat-surat tersebut. Surat-surat tersebut tidak akan ditunjukan kepada anda dalam hal anda tertangkap tangan, yaitu :
- Tertangkap pada waktu melakukan tindak pidana.
- Tertangkap tidak berapa lama sesudah tindak pidana selesai dilakukan dan anda diduga keras sebagai pelakunya.
- Tertangkap sesaat setelah diserukan oleh khalayak ramai bahwa anda telah melakukan tindak pidana.
- Apabila anda termasuk sebagai orang yang turut melakukan atau membantu terciptanya tindak pidana.
- Apabila anda melarikan diri dari penjara atau dari tempat tahanan lainnya.
8. Selama anda dalam penangkapan atau penahanan kepolisian anda akan mengalami proses pemeriksaan/penyidikan, dan seluruh tindakan ini harus dibuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), yaitu :
- Pemeriksaan yang dilakukan terhadap diri Anda.
- Penangkapan atas diri Anda.
- Penahanan atas diri Anda.
- Penggeledahan badan, pakaian dan rumah anda.
- Pemasukan rumah.
- Penyitaan barang.
- Pemeriksaan surat-surat Anda.
- Pemeriksaan tempat kejadiaan.
- Dan Pemeriksaan lainnya.
BAP yang berkaitan dengan pribadi, keterangan, dan barang-barang, harus diketahui oleh anda serta dibaca, dipahami, dan ditandatangani bila anda setuju dengan isinya, jangan ditandatangani dan nyatakan keberatan tapi Anda menandatangani. Minta agar BAP diubah sesuai dengan pendapat Anda. Tetapi bila petugas mendesak anda dengan ancaman kekerasan, patuhi saja dan anda akan dapat menyatakan keberatan anda di tingkat pemeriksaan pengadilan dengan mengemukakan alasannya.
9. Sejak mulai ditangkap, ditahan, atau berhubungan dengan pihak kepolisian/militer, anda berhak didampingi oleh penasehat hukum untuk mendapatkan bantuan hukum. Anda atau keluarga anda bisa menghubungi penasehat hukum yang dipilih sendiri baik satu atau lebih. Dalam pemeriksaan atas diri anda di tingkat kepolisian, kejaksaan atau pemeriksaan di muka pengadilan, anda berhak :
- Untuk tidak menjawab (tetap diam) pada pertanyaan-pertanyaan yang menjebak/membahayakan kepentingan anda.
- Memberikan keterangan secara bebas, tidak ditekan, disiksa, atau ditakut-takuti atau ditipu.
- Tidak dipengaruhi secara licik dengan obat bius atau bahan kimia lain atau rayuan janji-janji yang dapat mengganggu kehendak bebas anda.
- Memberikan keterangan sesuai fakta yang terjadi dan tidak dipaksa untuk membuat keterangan yang memberatkan anda.
- Mengajukan saksi-saksi yang dapat memberikan keterangan yang menguntungkan/memiringkan diri anda dan berhak minta permohonan itu juga dicantumkan dalam BAP.
10. Selama dalam penangkapan atau penahanan, anda berhak menghubungi dan mendapat kunjungan setiap waktu dari :
- Dokter atau dokter pribadi bila menderita sakit.
- Penasehat hukum, bila memerlukan bantuan hukum.
- Rohaniawan.
Serta andapun berhak untuk dikunjungi sesuai dengan jadwal kunjungan oleh :
- Keluarga.
- Teman-teman anda.
- Orang lain yang punya kepentingan dengan diri anda.
11. Dalam masa penahanan anda dapat mengajukan keberatan penahanan atau terhadap jenis penahanan dan memohon perubahan jenis penahanan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada instansi yang mengeluarkan Surat Perintah Penahanan dengan atau tanpa jaminan berikut alasan-alasannya.
12. Dalam persidangan anda berhak :
- Untuk didampingi oleh penasehat hukum. Diadili dalam persidangan yang terbuka untuk umum kecuali ditentukan oleh undang-undang.
- Meminta jaksa untuk menjelaskan surat dakwaan apabila tidak dimengerti.
- Mengajukan saksi-saksi yang meringankan ataupun yang menguntungkan anda termasuk mengajukan saksi ahli.
- Mencabut segala isi/keterangan yang ada dalam BAP atas dasar adanya penekanan intimidasi atau terpaksa.
- Menolak keterangan saksi-saksi yang idak sesuai dengan pendapat anda, dengan menyatakan fakta yang benar kepada hakim.
- Membuat, membacakan Nota Pembelaan.
- Mengajukan banding, Kasasi, Peninjauan kembali atau Grasi demi kepentingan kebenaran hukum dan keadilan.


*sumber: brosur Hak-hak Anda dalam KUHAP yang perlu diketahui, diterbitkan oleh LBH Bandung bekerjasama dengan YLBHI

Celoteh

Teror terus menghantui kita.
Layar-layar tv disesaki dengan tangis dan duka, memaksa kita untuk turut bersimpati, mengubahnya menjadi benci, dan menyeretnya menjadi dendam.

Lautan dendam yang siap menghantam "sang teror" dan siapapun yang berada di dekatnya. Atas nama cinta dan kemanusiaan, atas nama hukum dan keadilan - Ayah dan Ibu, Anak dan Istri, Kekasih dan Sahabat dicaci-maki dan diintimidasi, dijuluki dan dijauhi, ditangkapi dan diinterogasi, DITEROR! - dicabut hak-haknya sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat, sebagai saudara se-iman, sebagai MANUSIA!

Adilkah?
Perhatikanlah bagaimana para "ulama" dan "tokoh-Islam" menyerukan untuk mendonorkan darah kita kepada para "korban" WTC, menyerukan simpati dan duka-cita, plus caci-maki dan kebencian kepada para pelaku.

Perhatikanlah! Apa yang mereka serukan untuk para korban di Palestina? Anak-anak, perempuan, dan lelaki renta yang setiap hari hidup dalam teror - dirampok, diperkosa, ditangkapi dan ditembaki!
Apa yang mereka serukan untuk para korban di Iraq, di Kosovo, di India, di Afghanistan, di berbagai penjuru dunia ini? APA???

Adilkah?
Perhatikanlah bagaimana media-media kita begitu giat dan bersemangat untuk menampilkan hampir setiap sisi korban-korban kebiadaban dan kebengisan teroris yang bisa menguras air mata kita!
Apakah mereka sempat untuk melirik begitu banyak korban PERANG ANTI-TERORISME?

Adilkah?
Apakah kita yang menitikkan airmata dan menangis tersedu-sedu, begitu peduli dan bersimpati terhadap nasib korban terorisme, mengecam, mencaci-maki, dan mengutuk para teroris, masih sempat untuk peduli dan bersimpati atas perasaan dan pengalaman emosional seorang anak kecil yang ditolak masuk oleh sebuah TK ISLAM (yang mendakwahkan bahwa pendidikan itu adalah ibadah), yang diasingkan dari teman-temannya, yang ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya, yang harus menanggung segunung caci-maki - karena ia, KEPONAKAN TERORIS, cap yang menempel di jidatnya kemanapun ia pergi.

Adilkah?
Kami tidak sedang mengatakan bahwa korban teror dan keluarganya kurang penting dibanding keluarga tersangka, tapi jika - sekali lagi JIKA! - paman anda ikut menjadi salah satu korban pemboman, maka jenazahnya akan disambut dengan isak-tangis dan ratapan, seribu - bahkan lebih - ucapan belasungkawa akan mengalir kepada anda, belas-kasih, kunjungan, dari tetangga, sanak saudara, rakyat Indonesia, negeri tetangga, Jhon Howard, George Bush, Tony Blair, bahkan Ariel Sharon-pun akan turut berbelasungkawa.

Tapi andaikan - SEANDAINYA - anda adalah tersangka pelaku, atau teman tersangka - sekali lagi T E R S A N G K A (meskipun, khusus untuk kasus terorisme, predikat "tersangka" adalah = terdakwa atau terpidana, dan asas praduga tak bersalah tak dikenal dalam kasus terorisme) - maka jangan harap reaksi serupa yang akan anda atau keluarga anda dapatkan, jangankan anda, istri atau anak anda - bahkan, anak usia lima tahun-pun, yang terkait dengan anda hanya karena ayah atau ibunya adik anda - akan ikut jadi "terdakwa & terpidana", setiap guru TK - dengan wajah manis dan jilbab panjang - akan segera mengidentifikasi keponakan anda itu sebagai agen jaringan al-qaeda wilayah Asia Tenggara, dan dengan kesadarannya atas Wawasan-Nusantara, dengan sigap akan segera menghalangi langkah si kecil untuk masuk ke kelasnya.

Adilkah?
Di mana kita - "saudara se-iman" - ketika para wanita itu ditangkapi dan ditelanjangi? Ikut merasa sakitkah kita ketika mereka dipukuli dan dinistakan? Dimana kita ketika anak-anak itu dihinakan dan dikhianati? Dimana???

Adilkah?
Para "ulama", muslim-moderat, muslim-inklusif, muslim demokrat dan kaum pluralis, dengan congkak menyatakan bahwa pemahaman ke-Islam-an para "fundamentalis" adalah pemahaman yang salah! Para "demokrat" dan "pluralis" ini menganggap bahwa merekalah pemegang tunggal kebenaran, dan tidak ada kebenaran di luar kelompok mereka! Dan dengan klaim ini mereka berani menyatakan bahwa pemahaman pihak lain adalah salah, sehingga orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka - para fundamentalis - pantas untuk dihakimi, dimusnahkan, beserta anak dan istri mereka! Ajaibnya, pandangan mereka ini di dasarkan pada fatwa George Bush dan Ariel Sharon!

Sementara Iraq dibombardir, sementara Afghanistan dihancurkan, anak-anak, orang tua, perempuan muslim tak luput dari penembakan, penculikan, penangkapan, penindasan, pelecehan, penistaan, pemerkosaan, penyiksaan, pembunuhan dan 1001 macam fitnah lainnya - setiap hari-setiap waktu, kita yang masih tersisa, diharuskan untuk menghadapi semua kezaliman itu dengan toleransi, dialog antar peradaban, dialog antar iman, dialog-dialog-dialog dan dialog, jika tidak, maka anda adalah fundamentalis, ekstrimis, militan, separatis, eksklusif, tekstualis, konservatif, anti demokrasi - teroris, dengan otomatis anda akan kehilangan hak-hak anda sebagai manusia, anda akan diburu dan dimusnahkan, termasuk setiap orang yang ada di dekat anda - anak dan istri anda.

Adilkah?
Dari tahun ke tahun, dari rezim ke rezim, dari Sabang sampai Merauke, dari zaman kolonial sampai masa "kemerdekaan" (baca: neo-kolonialisme), "saudara-saudara" kita terus-menerus menjadi korban fitnah dan kedhaliman. Atas nama stabilitas sosial, atas nama kesatuan dan persatuan bangsa, atas nama toleransi antar umat beragama, atas nama penegakkan hukum, atas nama prosedur, atas nama-nama, maka korban-korban ini luput begitu saja dari pandangan sejarah dan kesadaran "saudara-saudaranya", atau berubah statusnya dari korban menjadi tersangka, oknum, objek salah-tangkap, "saksi", atau, cukup menentramkan hati kita untuk tidak ambil peduli, ketika mengetahui bahwa mereka adalah saudara tersangka, sejawat terdakwa, istri terpidana, anak teroris, orang lain, tidak dikenal, ekstrimis, fundamentalis, separatis, dan, tangis di tengah khusyuk do'a kita-pun ikut membawa hanyut beban tanggungjawab kita, putus sudah persaudaraan, lepaas…

Adilkah?
Tidak! atas nama kemanusiaan, tak terhitung TIDAK yang harus dikatakan!!!
Maafkan kami saudaraku, maafkan kami para pengecut yang tanpa malu masih mengaku se-iman denganmu.

Hati kami telah lama membatu - terlalu keras untuk ikut merasakan sakitmu, Tangan kami terlalu kecil untuk berbuat sesuatu. Yang ingin kami sampaikan hanyalah - "Sebagai mukmin kami masih saudaramu, sebagai saudaramu kami hadir…"

"Hanya kepada Allah kami berserah diri, dan hanya kepada-Nya kami memohon ampunan dan perlindungan", amin.

Hikmah

Kami adalah saudara kalian juga, ALLAH akan menanyakan hal itu pada kalian kelak pada hari kiamat!

Assalam ‘alaykum w.r. w.b

Anda tentu masih ingat “drama” penyanderaan dua wartawan Metro-Tv di Iraq yang cukup mendapat perhatian dari kalangan masyarakat karena issue ini menjadi head-line news di berbagai media massa baik cetak maupun elektronik, terutama pada grup Media Indonesia . Anda tentu juga belum lupa betapa besarnya perhatian, solidaritas, serta rasa persaudaraan pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam menghadapi krisis ini, berbagai kalangan angkat bicara, tidak kurang dari tokoh semacam A. Gymnastiar (yang beberapa waktu lalu terpilih sebagai “The Holy Man”versi majalah TIME – Amerika) turut menyerukan agar dua jurnalis tersebut dibebaskan – atas nama "persaudaraan muslim".

Ketika ada dua muslim Indonesia yang bermasalah dengan salah satu kelompok mujahidin di Iraq, semua orang tiba-tiba menjadi ingat dan berbicara bahwa kaum muslim Indonesia bersaudara dengan kaum muslim di Iraq, meskipun segera setelah dua wartawan tersebut dibebaskan, kitapun seolah-olah kembali lupa bahwa orang-orang tua, perempuan, dan anak-anak Iraq yang sedang difitnah dan dizalimi di Iraq sana adalah saudara kita.

Sebelum kita benar-benar lupa, berikut ini sebuah surat yang saya kutip dari tulisan “Fauzan Al-Anshari” di salah satu site.

“Di bawah ini saya kutipkan derita salah seorang muslimah Irak di penjara Abu Gharib melalui surat yang ditulisnya sendiri dan berhasil lolos dari ketatnya penjagaan para penjaga penjara, kemudian berhasil ditayangkan oleh redaksi Mafkarat Al-Islami di Irak. Berikut isi suratnya:

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Qul Huwallahu Ahad, Allahusshamad, lam yalid walam yulad, walam yakun lahu kufuwan ahad.

Surat Al-Ikhlas ini sengaja kutuliskan, karena mengandung makna yang dalam dan menghunjam dalam hatiku dan hati kalian semua wahai kaum muslimin. Saudaraku para mujahidin, apa yang bisa kusampaikan pada kalian? Kusampaikan pada kalian, bahwa rahim-rahim kami telah dipenuhi oleh bibit anak-anak haram akibat diperkosa oleh anak cucu kera dan babi! Kusampaikan pada kalian, mereka telah merusak tubuh kami, meludahi wajah kami, menyobek Al-Qur’an di depan mata kami!

Allahu Akbar! Apakah kalian tidak mendengar tentang penderitaan yang kami alami? Apakah kalian benar-benar tidak tahu apa yang kami alami dalam penjara? Kami adalah saudara kalian juga, Allah akan menanyakan hal itu pada kalian kelak pada hari kiamat!

Demi Allah, setiap malam pasti ada seekor babi dan kera yang memperkosa kami dengan syahwatnya yang meledak-ledak merenggut keperawanan kami yang selalu kami jaga karena takut kepada Allah. Wahai para mujahidin, takutlah kalian kepada Allah! Bunuhlah kami bersama para penjajah! Hancurkan kami bersama mereka! Jangan kalian biarkan mereka memperkosa kami seperti ini! Takutlah kalian kepada Allah! Tinggalkan tank dan pesawat penjajah…datanglah kemari...ke penjara Abu Gharib…!

Aku adalah saudarimu Fatimah. Aku pernah diperkosa lebih dari 9 kali dalam sehari. Apakah kalian masih memiliki akal? Bayangkanlah jika adik atau kakak kalian yang dipekosa demikian…Kenapa kalian tidak membayangkan bila diriku diperkosa? Padahal aku adalah saudarimu seiman…? Saat ini bersamaku ada 13 saudarimu seiman, semuanya belum menikah, mereka diperkosa di depan mata kami semua...

Mereka melarang kami shalat, melarang kami berpakaian.. seluruh pakaian kami dirampas…Sementara aku sedang menulis surat ini, salah seorang dari saudari kalian telah bunuh diri setelah diperkosa dengan kejam oleh seorang tentara...Setelah memperkosanya...tentara itu memukul dada dan pahanya... menyiksanya dengan siksaan yang tak terbayangkan...setelah itu semua... perempuan itu membenturkan kepalanya sendiri ke dinding hingga mati…tak kuat menahan semua ini... Walaupun bunuh diri diharamkan dalam Islam, namun aku dapat memahami penderitaan yang dialaminya…Aku memohon kepada Allah agar sudi berkenan mengampuni dirinya karena Allah adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang…

Saudaraku para Mujahidin, kukatakan pada kalian sekali lagi: takutlah kalian kepada Allah! Bunuhlah kami supaya terbebas dari penderitaan ini…Bunuhlah kami ketika kalian membunuh para penjajah itu..!

Selang beberapa hari setelah surat itu terbaca oleh para Mujahidin Irak, maka "undangan" Muslimah itu akhirnya dikabulkan, ia menemui Rabb-Nya, deritanya berakhir, alhamdulillah. Berita ini diturunkan oleh Mafkarat Al-Islami sebagai berikut:

Fathimah, tawanan penjara Abu Gharib di Irak yang baru-baru ini mengirim surat akhirnya menemui Rabb-Nya. Tercapailah cita-citanya untuk menemui Rabb-Nya, melepaskan diri dari hinaan para kafir salibis keturunan babi dan kera. Peristiwa itu bermula dari serangan yang dilancarkan mujahidin atas penjara Abu Gharib, di mana para tawanan Muslimah disiksa dan diperkosa, sehingga sebagian mereka membenturkan kepalanya ke dinding-dinding penjara sampai ajal menjemput.”

Fikrah

Membangun Koalisi
Anti Intervensi AS
Oleh Fauzan Al-Ansori*

Belum lama terjadi manuver lima pesawat F-16 diatas wilayah udara Indonesia yang langsung dipiloti tentara AS menyusul pembelian 4 Sukhoi buatan Rusia oleh pemerintah RI, membuat KSAU gerah. Kemarin giliran Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Bernard K. Sondakh menyatakan dengan tegas penolakan rencana pengiriman armada AS keperairan sekitar sumatera hanya dengan alasan mengusir terorisme. "Saya menolak keras rencana pengiriman pasukan militer AS keselat malaka," demikianlah Bernard usai menghadiri pengukuhan guru besar di Universitas Hang Tuah (UHT) Surabaya (Indopos, 11/4).

Sebagaima diketahui, rencana AS tersebut dikeluarkan menyusul laporan International Maritim Bureau (IMB) yang berkantor di Malaysia. Berdasarkan laporan tersebut, AS menyimpulkan, bahwa selat malaka menjadi Black Water yang menjadi lalu lintas teroris dan sarang perompak. Menurut Bernard, IMB telah melaporkan bahwa di Selat Malaka telah terjadi ratusan peristiwa perompakan dan sarat dengan aktivitas terorisme. IMB sendiri selama ini didanai oleh International Monetery Fund (IMF).

Bernard dengan tegas membantah dan mengatakan bahwa yang sesungguhnya terjadi adalah, dalam setahun hanya terjadi empat kali perompakan di Selat Malaka. Bahkan dalam tahun 2004 ini baru terjadi dua kali. Itupun dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sedang melarikan diri.

Yang sedikit lebih sering, kata Bernard, adalah bajing loncat yang dikenal dengan copet laut, jauh dari kegiatan teroris. Ketika ditanya wartawan, bagaimana kalau AS nekat mengirimkan pasukannya? Bernard menjawab : "Kalau pasukan mereka sampai masuk ke perairan Indonesia tanpa izin, akan kami usir. Berarti AS telah melanggar kedaulatan negara Indonesia."

"Indonesia bukan sarang teroris"

Kalau anda masih ingat sebelum bom meledak di Bali, KSAD Ryamizard Ryacudu pernah membantah pernyataan Menteri Senior Singapura Lee Kuan Yew yang menuduh Indonesia sebagai sarang teroris: "Jangan kalian ajari kami memerangi apa yang disebut teroris. Di sini tidak ada teroris!" katanya. Begitu juga pernyataan wapres Hamzah Haz ketika berkunjung ke pesantren Al-Mukmin Ngeruki: "Indonesia bukan sarang teroris!" namun, setelah bom Bali meledak (12/10/2002) semua pejabat Indonesia diam seribu bahasa. Menko Polkam SBY mengambil alih semua kewenangan mengenai kewenanga menangani terorisme di Indonesia. Tim penyidik bom Bali dari TNI pun mundur, sementara tim bentukan MUI juga tidak terdengar suaranya. Semua opini mengalir sesuai skenario besar AS, memerangi apa yang dinamakan teroris.

Lalu, Ustadz Abubakar Ba`asyir menjadi seorang ulama yang pertama kali menjadi korban isu terorisme di Asia Tenggara. Namun semua tuduhan itu terbantahkan dalam persidangan terbuka. Puncaknya, Mahkamah Agung (MA) hanya memvonis 1,5 tahun penjara potong tahanan. Maka, unstadz Abu akan bebas pada 30 April 2004 pukul 00.00. Vonis MA tersebut merupakan tamparan keras terhadap AS dan sekutunya yang terlalu bernafsu menjerat Ustadz Abu dengan berbagai tuduhan yang dinisbatkan kepada Omar Al-Faruq yang mereka juluki 'agen utama Al-Qaeda di Asia Tenggara'. Maka pasca vonis MA tersebut AS dan sekutunya kembali berulah. Memperhatikan dengan seksama intervensi pemerintah asing terhadap putusan kasasi MA tersebut, maka sekitar 30-an ormas Islam bermufakat mengeluarkan deklarasi Gerakan Anti Intervensi AS dan sekutunya, (9/4), diantara isi deklarasi tersebut adalah:

Pertama, mengecam keras tindakan pengecut dari negara-negara yang mengklaim sebagai pemerintahan demokratis seperti AS, Australia, dan Singapura atas intervensi mereka menekan pemerintah RI cq Mabes polri untuk menahan kembali Ustadz Abu dan mengaitkan beliau dengan kasus Bom Bali.

Kedua, pengaitan Ustadz Abu dengan Bom Bali akan memicu konflik Horizontal antara Umat Hindu di Bali dengan Umat Islam Indonesia, karena Persidangan kasus tersebut nantinya akan dipaksakan dilaksanakan di Bali dengan Majlis Hakim yang bernuansa SARA dan pengerahan massa yang sangat rentan dimasuki para provokator. Timbulnya konflik antar warga negara Indonesia tersebut merupakan tujuan dari manuver politik adu-domba (devide et impera) yang dikembangkan pemerintah asing tersebut.

Ketiga, mengecam keras tindakan polisi yang sewenang-wenang terhadap Ustadz Abu sejak pengambilan paksa oleh oknum polisi dan militer (28/10/02) di RS PKU Muhammadiyah solo yang ingin memeriksa dan menahan kembali beliau dengan tuduhan yang dibuat-buat atas desakan dan berdasarkan info intelijen asing. Sementara para konglomerat hitam yang merampok uang rakyat ratusan trilyunan rupiah lalu kabur ke Singapura dan Australia sampai detik ini tak tersentuh hukum. Demikian pula tokoh makar Alek Manuputty yang kabur ke AS, meski dalam status pencekalan.

Keempat, mengajak seluruh elemen bangsa Indonesia untuk segera bangkit menjadi negara yang berdaulat, baik dari segi ekonomi, politik, hukum, budaya, dan seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya. Serta benar-benar menjadi negara kesatuan yang melindungi seluruh tumpah darah, aset dan penduduknya dari Sabang sampai Merauke tanpa terkecuali. Gerakan diharapkan akan menasional dan mampu menyadarkan bangsa ini, bahwa mereka memiliki negara yang merdeka sejak lebih setengah abad silam. Namun, seorang tokoh nasional mengatakan kepada saya usai membaca deklarasi tersebut, bahwa ia merasa pesimis gerakan ini mampu menyadarkan bangsa ini, karena di dalam negeri ini terlalu banyak pengkhianatnya.

Wallahu a`lam.

*diambil dari Sabili

Telaah

Menangkap Teroris dengan UU Teroris

Rasa malu bercampur dendam sekaligus geram nampak menyelimuti raut wajah Bush dan antek-anteknya menyusul kegagalan mereka menangkap Saddam Hussein, menyusul kegagalan serupa terhadap musuh utamanya Usamah bin Ladn, hidup-hidup maupun mayatnya. Serangan besar-besaran dengan menyebar Deplated Uranium (DU) dalam paket carpet bombing hanya mampu meratakan Baghdad. Kegagalan itu juga dialami AS dan sekutunya ketika menggelar operasi mematikan yang bersandi “Anaconda” di sisi pegunungan Hindukush Afghanistan yang berselimut salju abadi untuk mengejar Mujahidin Al-Qaeda. Karena tentara AS yang berlapis baju anti peluru dan berbalut senjata canggih dengan mudahnya dipecundangi Mujahidin yang hanya bersendal jepit. Mitos sebagian besar manusia di muka bumi yang meyakini AS sebagai negara adidaya tak terkalahkan, rupanya lebih disebabkan karena terlalu sering menonton film Hollywood. Tak heran jika elit negeri ini pun berkata: Seandainya AS dan sekutunya menyerang kita, maka kita tidak akan bertahan dalam sepekan! Sungguh pernyataan yang tidak berdasar dan tak memiliki nasionalisme sedikit pun! Oleh karena itu, elit negeri ini rela menjerumuskan bangsa besar ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kampanye memerangi apa yang disebut jaringan terorisme global (global war n terrorism).

Untuk memerangi negara-negara yang disebut AS sebagai “axis of evil” tentu beragam. Tidak semua harus dikirimi carpet bombing. Untuk Indonesia, nampaknya terlalu mahal jika AS dan sekutunya harus menggelar operasi militer di sini. Karena, menurut pengalaman sejarah, di tengah-tengah tubuh bangsa Indonesia ini ada penyakit kronis, yakni pengkhianatan yang merajalela, dari KKN sampai segala bentuk kemaksiatan ada di sini. Karenanya, Indonesia cukup dikirimi “fulus” tak seberapa, nanti pasti saling rebutan, lalu akhirnya dikuasai (devide et impera). Kemudian AS melalui proxy forces-nya di negeri ini mengembangkan strategi halus seperti melakukan serangan terminologis (disinformasi) dengan cara mengaitkan setiap tindakan “anarkisme” dengan gerakan Islam tertentu untuk dimasukkan dalam kategori Islam radikal, fundamentalis, dan teroris. Bahkan mantan Presiden AS Ricard Nixon dalam Seize The Moment yang dikutip oleh Muhammad Imarah dalam Fundamentalisme dalam Perspektif Pemikiran Barat dan Islam (1999;35), menyebutkan, bahwa yang disebut “Islam Fundamentalis” adalah mereka yang mempunyai ciri gerakan:
1. Anti peradaban Barat,
2. Ingin menerapkan Syari’at Islam,3. Akan membangun peradaban Islam,4. Tidak memisahkan antara Islam dan negara, dan5. Menjadikan para pendahulu (salaf) sebagai panduan masa depan.
Kelima ciri inilah yang dijadikan tolak ukur untuk menilai apakah gerakan Islam itu pantas diebut “fundamentalis” atau tidak. Oleh sebab itu, apapun nama gerakan Islam yang memenuhi salah satu dari lima kriteria tersebut, maka ia disebut Islam radikal yang mewajibkan pemerintah di mana gerakan Islam itu berada untuk memberangusnya dengan berbagai cara. Jika pemerintah menolak, maka negara itu akan mendapatkan “stick” dari Paman Sam.

Dalam kesempatan yang sama, AS pun memecah belah ummat Islam dengan kategorisasi Islam Moderat versus Islam Radikal yang identik dengan Islam Fundamentalis dan Teroris. Sayangnya, hingga detik ini AS yang mempelopori perang melawan “teroris” tidak mampu mendefinisikan apa dan yang mana yang disebut teroris. Mereka hanya sanggup memberikan ciri-ciri khusus sebagaimana disebutkan di atas. Sehingga dengan demikian, AS dan Zionis Israel tidak termasuk dalam kategori teroris yang harus diperangi. Padahal semua orang tahu, bahwa sesungguhnya si Raja Teroris adalah Bush (AS)-Blair (Inggris)-Sharon (Israel).

Indonesia ditakdirkan sebagai bangsa muslim terbesar di dunia, namun pada rejim Megawati Soekarnoputeri tiba-tiba menjadi pengekor AS yang baik, walaupun ikut mengecam serangan AS ke Irak. Megawati telah memilih “carrot” sekitar US$ 500 juta, suatu jumlah yang terlalu murah untuk menggadaikan harga diri bangsa dan mengkhianati politik luar negeri bebas aktif. Komitmen Presiden Bush tersebut termasuk 130 juta USD dalam bentuk bantuan bilateral untuk tahun fiskal 2002, terutama untuk reformasi hukum, $ 10 juta untuk bantuan kepada pengungsi internal (IDPs), $ 5 juta untuk upaya rekonsiliasi dan rekonstruksi di propinsi Aceh, $ 2 juta untuk membantu pemulangan pengungsi di NTT, dan $ 10 juta untuk pelatihan polisi. Selanjutnya, pemerintah Bush akan menyiapkan $ 100 juta keuntungan tambahan di bawah peraturan Generalized System of Preferences (GSP) yang memungkinkan 11 produk tambahan memasuki pasar AS tanpa pajak.

Akhirnya, Presiden Bush mengumumkan bahwa tiga badan keuangan perdagangan yaitu Export-Import Bank, Perusahaan Investasi Luar Negeri (OPIC), dan badan
Perdagangan dan Pembangunan AS, telah mengembangkan ikhtiar gabungan di bidang keuangan dan perdagangan untuk mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia. Tiga badan ini bertanggung jawab untuk menyediakan dana sebanyak $ 400 juta untuk mendorong perdagangan dan investasi di Indonesia, terutama di sektor gas dan minyak bumi. (John Gershman, Direktur Program Hubungan Global di organisasi Interhemispheric Resource Center dan editor Asia/Pacific, editor untuk Foreign Policy in Focus, dalam makalahnya Memerangi Terorisme, Menggerogoti Demokrasi di Indonesia, Akhirnya rejim Megawati pun menemukan timing dan
momentumnya menyusul Bom Bali (12/10/02) untuk menerbitkan dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 dan 2 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada Sabtu dini hari (19/10/02).

Bayangkan, hanya dalam tempo sepekan, dua perppu bisa lahir! Sayangnya lagi, di dalam Perppu juga tak terdapat definisi teroris yang obyektif dan permanen. Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra sebagai “produsen” Perppu tersebut hanya sanggup menyebutkan ciri tindak pidana terorisme dalam Bab III Pasal 6 yaitu setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Dengan ciri semacam ini, maka tidak ada yang disebut terorisme negara (state terrorism), padahal dalam sejarah otoriter Orla dan Orba, yang lebih sering melakukan tindakan teror justru negara dan aparatnya.
Yang mengherankan sekali adalah perppu itu tiba-tiba menjadi UU Anti Terorisme tanpa melalui proses legislasi yang transparan. Menurut saya, lahirnya UU Anti Terorisme yang hanya menjiplak perppu merupakan tindakan ceroboh dan terkesan mengejar setoran! Oleh sebab itu, isi UU Anti Terorisme berpotensi menjadi monster baru setelah RUU Intelijen nanti disahkan. Di dalam perppu tersebut dijelaskan, bahwa untuk menangkap mereka yang dituduh teroris cukup digunakan informasi intel yang telah disetujui Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri, sebagaiman diterangkan dalam pasal 26 ayat (1) untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat menggunakan laporan intelijen, (2) Penetapan bahwa sudah dapat atau diperoleh bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksudm ayat (1) harus dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri. Proses pemeriksaan itu dilakukan secara tertutup sehingga tak mungkin dipantau publik. Selain itu, kita juga tidak bisa memverifikasi kebenaran info intel tersebut.

Selanjutnya untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, penyidik diberi wewenang untuk melakukan penangkapan paling lama 7 x 24 jam (Pasal 28). Sedangkan untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, penyidik diberi wewenang melakukan penahanan terhadap tersangka paling lama 6 (enam) bulan (Pasal 25 ayat 2). Sementara itu, hak-hak tersangka tidak diberikan secara sewajarnya seperti hak didampingi pengacara selama penyidikan. Adapun saksi-saksi yang menyebabkan seseorang dituduh sebagai teroris tidak bisa dihadirkan di pengadilan (Pasal 34). Hal ini jelas akan sangat memberatkan tertuduh karena tertuduh kehilangan haknya untuk dikonfrontir dengan saksi sehingga hal ini sangat menguntungkan penuduh yang kebetulan membenci tersangka atau juga oleh adanya tekanan pihak asing. Belum lagi perlindungan yang begitu besar diberikan kepada saksi, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa beserta keluarganya dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri dan/atau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.

Dengan Perppu ini, maka kesaksian Omar Al-Faruq yang sangat memberatkan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir tidak bisa dihadirkan, sehingga tertuduh akan kesulitan membantah penuduh. Yang justru dijadikan alat bukti yang sah adalah pengakuan yang direkam atau data-data intelijen. Ini sungguh kezaliman yang sangat nyata, sehingga harus ditolak oleh mereka yang masih memiliki akal sehat dan hati nurani. Sementara kasus kaset ceramah provokatif Mayjen TNI (purn) Theo Sjafei tidak diterima sebagai alat bukti yang sah, padahal Berkas Perkaranya sudah ngendon di Mabes Polri sejak 28 September 1999. Sungguh menjadi bukti deskriminasi dan ketidakadilan penegakan hukum kita!

Ganasnya Perppu dilengkapi oleh lahirnya RUU Intelijen, seperti dalam pasal 21 di mana intel (dalam hal ini atas perintah Kepala BIN) berhak menangkap, memeriksa, menggeledah, dan menyita harta setiap orang yang diduga kuat terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan ancaman nasional. Tidak jelas apa yang dimaksud dengan ancaman nasional itu! Masa penahanan tersebut sampai memakan waktu satu tahun tanpa hak didampingi advokat, asas praduga tak bersalah tidak berlaku, tidak berhak diam, tidak berhak atas penangguhan penahanan, tidak berhak berhubungan dengan keluarga, dan sebagainya (pasal 26, 27, dan 28). Anehnya jika setelah itu tidak terbukti bersalah, maka tersangka begitu saja dilepas tanpa kompensasi sedikitpun atau direhabilitasi namanya.

Sungguh pembuat RUU ini tidak pantas disebut manusia, melainkan monster yang amat mengerikan!!! Jika RUU semacam ini bisa lolos di Senayan, maka tamatlah demokrasi di negara ini, karena negeri ini telah dikuasai para monster yang haus darah.

Melihat dampak buruk dari kerja intel yang sering menjadikan para aktivis muslim menjadi korbannya, maka dalam Al Qur’an, perbuatan intel (jassus) itu telah ditetapkan haramnya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus) dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian lainnya. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang seudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al Hujurat/49: 12).
Berkata Salama bin Al-Akwa: “Pernah datang kepada Nabi saw seorang mata-mata, sedangkan saat itu beliau sedang dalam perjalanan. Maka, ketika itu ia duduk di sisi sebagian sahabat beliau bercakap-cakap, kemudian diam-diam ia pergi, lalu Nabi saw bersabda: “Carilah oleh kalian orang itu dan bunuhlah dia!”

Maka saya mendahului para sahabat mengejarnya, lalu aku yang membunuhnya. Maka, beliau memberiku lebih barang rampasannya (ghanimah)”. (HR. Ahmad, Bukhari, dan Abu Dawud).

Berhati-hatilah, jika Anda menjadi intel yang memusuhi ummat Islam!!!

Oleh: Fauzan Al-Anshari
Ketua Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin,
Direktur Lembaga Kajian Syari’at Islam (LKSI).

Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional “Kontroversi UU Anti Teroris, RUU TNI dan RUU Intelijen” oleh KOMPAK (Komite Mahasiswa Pemuda Anti Kekerasan) di Aula Madya Lt.1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin, 14 April 2003 M.

Iftitah

solidaritas Islam
sEkaRANg JUGa!!


BismilLahirRahmanirRahim

Berbagai fitnah tak henti-hentinya mendera ummat Islam di seluruh penjuru dunia, sejak dilancarkannya kolonialisasi oleh kaum salibis dan zionis yang merusak seluruh tata kehidupan ummat dengan agenda modernisasinya (baca: sekularisasi), diikuti dengan proses dekolonialisasi yang berhasil memecah-belah kekuatan ummat ke dalam berbagai negara-bangsa, yang kemudian disusul dengan liberalisasi yang semakin melanggengkan dan memperbesar penguasaan kekuatan salibis-zionis Barat atas ummat Islam – dengan wajah yang tidak terlalu berbeda dari masa ke masa: dominasi dan hegemoni.

Mereka menawarkan "surga" bagi siapa saja yang mau mengikuti syahwat mereka, mulai dari beasiswa belajar, bantuan ekonomi, kerjasama pertahanan, serta selangit "janji-janji surga" lainnya, dan bagi siapa saja yang berani menentang dan mengatakan tidak kepada mereka, maka "neraka" yang akan mereka timpakan – penghentian investasi, travel-warning, embargo ekonomi, operasi anti-teroris, invasi, penangkapan, penculikan, pemerkosaan, pelecehan, penyiksaan, serta seribu-satu macam fitnah keji lainnya yang saat ini sedang dialami oleh saudara-saudara mu'min-muslim kita yang berani melawan dan mengatakan tidak kepada dajjal dan antek-anteknya.

Kenyataan di atas yang selalu hadir di depan mata kita telah mengganggu lelap tidur kita selama ini dan menggugah secuil kesadaran yang masih tersisa di sudut qalbu kita – bahwa "Setiap muslim adalah saudara muslim lainnya", dan "kaum mu'min itu seperti satu tubuh, jika satu anggotanya sakit, maka yang lainnya akan ikut merasa sakit pula", "mereka saling berkasih-sayang di antara mereka, dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir".

Dalam persaudaraan inilah kita mencoba menghimpun diri, karena rasa sakit inilah kita tergugah, untuk tetap bersilaturrahmi – menyambungkan kasih-sayang dan harapan diantara ummat yang hanya memberikan kepercayaan mereka dan berserah diri kepada Allah saja—Raja-manusia, Penguasa Semesta-alam, Sang Penolong Kaum-tertindas.
Semoga Jaringan Komunikasi Ummat yang kita jalin ini menjadi langkah menuju amal-bhakti kita kepada Allah Swt. Amin.

Nashrun minaLlah wa fathun qariyb.

Telaah

SYAHID? atau bunuh - diri?

Bunuh diri merupakan hal ganjil dan para pelakunya merupakan kejahatan dirinya. Tentu berbeda dengan aksi bom syahid yang dilakukan rakyat Palestina demi membela kehormatan, negara dan agama mereka. Menurut pandangan ulama, serangan bom syahid demi untuk mengakhiri kolonialisme adalah suatu hal yang terpuji dan pelakunya mendapat gelar syahid.

Di akhir tahun 1995, Syeikh al-Azhar Prof Dr Mohammad Sayed Tantawi menyebut pejuang Palestina yang menggelar aksi bom syahid sebagai syahid. Ketika ia dikritik banyak pihak, ia pun meralat pandangannya dan mengatakan, orang yang meledakkan dirinya di pangkalan militer Israel adalah syahid. Adapun orang yang meledakkan dirinya di tengah Israel bukanlah syahid. Ungkapan ini tetap dibantah para ulama, karena semua warga Israel bersenjata.

Menurut Islam, kematian itu bukanlah akhir dari perjalanan hidup seseorang. Setiap orang pasti akan mati dan jasadnya hancur dimakan tanah, tapi rohnya berpindah dari alam dunia ke alam baru yang disebut alam barzakh. Orang yang semasa hidupnya banyak menabur dan menanam kebaikan, maka kematian baginya adalah sebuah pintu yang membawanya masuk ke dalam kehidupan baru yang jauh lebih baik dan lebih indah dari kehidupan di dunia.

itulah yang diyakini para pengebom syahid di negara Palestina. Mereka berkeyakinan bahwa setelah kematian yang mereka lakukan demi membela negara dalam upaya mengusir penjajahan, akan mengantarkan mereka ke taman surga Firdaus. Kematian semacam ini adalah misteri yang tidak mungkin dipahami oleh manusia secara rasional, kecuali mereka yang memiliki iman yang kokoh.

Itulah sebabnya, ketika dikabarkan bahwa pelaku bom syahid tewas saat menjalankan tugasnya, keluarga mereka mendapat pujian dan penghargaan, bukan ucapan belasungkawa. Bahkan kematian mereka disambut dengan sorak gembira disertai dengan zaghrathah (jeritan suara perempuan Arab di saat pesta perkawinan) dan mereka dianggap sebagai pahlawan yang akan dikenang sepanjang masa.

Adapun aksi bunuh diri yang dilakukan terhadap rakyat sipil yang tak berdosa seperti yang telah terjadi di Legian-Bali dan Hotel Marriot-Jakarta, tidak tergolong mati syahid. Karena tindakan menjadikan rakyat sipil sebagai sasaran merupakan tindakan yang keji (Hasan H. Assagaf, kolom komentar Sabili, No. 21 TH.XI 7 MEI 2004/ 17 RABI'UL AWAL 1425).

Pertanyaannya adalah, jika kita ikut menjadi korban dari para teroris ini, apakah benar kita adalah korban-korban tak berdosa?

Mengutip tulisan M.U. Salman dalam Sabili edisi yang sama, dinyatakan bahwa dalam Islam, kata Sa'id Hawwa dan Sayyid Quthb (dalam Tahrir Al-Wala'), jika seorang muslim memberikan wala'-nya kepada komunis dengan seluruh ideologinya, serta bekerjasama dengan komunis, ia tidak lagi dipandang sebagai seorang muslim. Dan muslim yang memberikan wala'-nya kepada para negarawan yang tidak mempunyai ikatan dengan tali (agama) Allah, tidak dipandang sebagai muslim.

Demarkasi atau garis pemisah antara mukmin dan kafir, amat jelas. Setiap jenis loyalitas dan kerjasama (muwalat) atas dasar hubungan yang tidak Islam, kata Sa'id Hawwa, adalah batil dan pelakunya berubah murtad. Karenanya, seorang muslim tidak memberikan wala' dan kerjasamanya kepada musuh-musuh Allah, apapun jenisnya. Sebaliknya ia hanya memberikan wala'nya kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Jika wala' dan ketaatan hanya diberikan kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, berarti manusia tersebut tergolong sebagai HizbuLlah (Partai-Allah).

Menurut Sa'id Hawwa, kita akan mendapatkan bahwa setiap al-Quran menyebut kata HizbuLlah, selalu diiringi dengan kata wala' merupakan tolok ukur iman seseorang kepada Allah Swt. Firman Allah, "Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman menjadi pemimpin (pelindung dan penolong)nya, maka sesungguhnya pengikut (partai) Allah itulah yang pasti menang," (QS al-Maaidah: 56)

Jadi apakah para bomber itu syahid, atau bunuh-diri? Apakah kita warga sipil ini adalah korban-korban tak berdosa, ataukah termasuk orang-orang yang bekerjasama dengan musuh-musuh Islam sehingga pantas ikut menjadi sasaran? WaLlahu a’lam.

Persoalannya mungkin bukanlah apakah para bomber itu syahid atau tidak, atau apakah tindakan menyerang warga sipil adalah tindakan yang bisa dibenarkan atau tidak, tapi, apakah kampanye anti-terorisme yang telah memaksa kita untuk menimbang pertanyaan-pertanyaan tadi bebas dari kepentingan untuk memecah-belah dan mengadu domba kita – Ummat Islam. Untuk pertanyaan yang satu ini, jawabannya sangat terang dan jelas, terbukti, kampanye anti-terorisme ini telah melahirkan korban yang jauh lebih banyak daripada korban para bomber itu sendiri – penangkapan dan penculikan para ustadz dan aktivis Islam, pemberangusan harakah-harakah Islam, pengebirian pesantren-pesantren dan berbagai fitnah lainnya, terlepas apakah mereka memang benar terlibat dengan aksi “terorisme” atau tidak.
Persoalan yang mendesak untuk segera “dijawab” oleh Ummat Islam saat ini adalah, kampanye anti-terorisme yang digembar-gemborkan oleh George Bush cs telah berhasil memecah-belah ummat ke dalam dua kutub yang ia ciptakan : teroris, dan anti-teroris.
Sebagian besar dari kita menjadi terlalu sibuk mencari “ridlo” dari orang-orang Yahudi dan Nashrani dengan menyatakan bahwa Islam bukan agama kekerasan, Islam agama damai, Jihad bukan hanya perang, terorisme bukan jihad, para bomber bukan syahid, dan seterusnya-dan seterusnya.

Dan setelah orang-orang Yahudi dan Nashrani meridloi kita, setelah kita mengikuti mereka mengutuk dan memerangi terorisme, setelah inventasi kembali mengalir, setelah travel-warning dicabut, setelah industri pariwisata kita kembali menggeliat, setelah kita dinyatakan sebagai negara demokrasi, setelah “islam” menjadi semakin serupa dengan demokrasi, humanisme, liberalisme dan modernisme, setelah berbagai “bantuan” melimpah, setelah hutang kembali dikucurkan, setelah cara berpakaian, pergaulan, pola pikir, makanan, tontonan, impian, harapan, dan ketakutan kita menjadi semakin serupa dengan orang-orang Yahudi dan Nashrani – kitapun lega.Ajaib memang, tapi inilah yang saat ini sedang kita saksikan. Bagi keluarga korban “perang terhadap terorisme” di negeri ini, jangankan pembelaan atau ucapan selamat, sekedar simpati atau silaturrahmi-pun takkan mereka dapatkan. Mereka akan ikut dikucilkan dan disingkirkan, diteror dan dilenyapkan, mereka akan turut menjadi tersangka, tahanan, terdakwa, dan terpidana. Padahal, sebagai mukmin mereka masih saudara kita – masihkah?

Sunday, November 13, 2005

Assalamu 'alaikum wr. wb

"Setiap muslim adalah saudara muslim lainnya", dan "kaum mu'min itu seperti satu tubuh, jika satu anggotanya sakit, maka yang lainnya akan ikut merasa sakit pula", "mereka saling berkasih-sayang diantara mereka, dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir".
Dalam persaudaraan ini kita mencoba menghimpun diri, karena rasa sakit inilah kita tergugah, untuk tetap bersilaturrahmi – menyambungkan kasih-sayang dan harapan diantara ummat yang hanya memberikan kepercayaan mereka dan berserah diri kepada Allah saja—Raja-manusia, Penguasa Semesta-alam, Sang Penolong Kaum-tertindas.



Anda dapat turut berpartisipasi dengan mengirimkan artikel atau opini anda. Dan untuk yang mengirimnya minggu ini akan kami post di blog ini minggu depannya.

Semoga dengan hadirnya blog ini bisa lebih mempererat tali silaturrahiim diantara kita, demi mencapai mardhatiLlah. Amiin.